Berteman Dengan Corona
Sudah lebih dari sebulan, Jakarta berstatus sebagai wilayah pandemi Covid-19. Segala upaya, yang nampaknya belum optimal, telah dijalankan oleh pemerintah, seperti perintah bekerja di rumah.
Di luar itu semua, ada pertanyaan yang harus kita perhatikan, apakah virus ini akan musnah?
Masih terdapat kontroversi mengenai hal tersebut. Beberapa orang dan ahli menyatakan bahwa virus ini akan musnah, hilang selamanya dari muka bumi. Sementara sebagian lainnya bilang, virus ini akan tetap ada di sekitar kita.
Saya tak akan berdebat pada isu tersebut. Tapi sejauh yang saya tahu, selama ini kita telah hidup bersama dengan berbagai macam virus. Sebut saja yang paling ringan dan mudah disembuhkan seperti flu.
Penyakit flu selalu ada, yang berarti virusnya juga ada di sekitar kita.
Lalu ada juga virus demam berdarah, bahkan HIV yang sampai saat ini belum ada obatnya. Pasien demam berdarah masih selalu ada di setiap musimnya.
Hal ini menjadi bukti lain bahwa ada virus yang tak bisa mati, musnah dan hilang dari kehidupan kita.
Itu semua masih ditambah dengan bakteri yang bertebaran di sekeliling kita. Mulai bakteri yang menyebabkan sakit ringan, sampai dengan yang berat.
Semuanya ada di sekitar kita.
***
Tanpa bermaksud mendului hasil penelitian yang mungkin saat ini tengah dilakukan di beberapa negara, anggaplah bahwa virus Corona 19 tak bisa musnah, apa yang harus kita lakukan?
Rasanya tak mungkin kita berdiam diri terus di dalam rumah. Tak mungkin semua hal bisa dikerjakan dan diselesaikan dari dalam rumah.
Kalau seperti itu kondisinya, satu-satunya pilihan yang tersedia adalah berdamai dengan virus ini. Maksud saya adalah, kita harus bisa menerima kenyataan bahwa kita punya teman baru di hidup kita.
Seperti halnya kita selama ini berteman dan hidup bersama dengan virus dan bakteri yang lainnya.
Kita kenali lebih jauh virusnya, ketahui pola hidup dan penularannya, asalnya dari mana, dsb., sehingga kita tahu bagaimana cara “bergaul” dengannya tanpa tertulari.
Harus ada tambahan kebiasaan hidup sehat yang kita lakukan sekarang. Misalnya lebih sering mencuci tangan, membeli makanan di tempat yang baik, mengonsumsi makanan yang memang sewajarnya kita makan, dan lain sebagainya.
Apakah kita juga harus membatasi pertemuan secara fisik dengan teman, bahkan dengan keluarga sendiri? Kalau memang kita tak mengenal dekat siapa mereka, tak ada salahnya juga kita membatasi diri.
Bukannya selama ini kita juga melakukan itu? Misalnya, anda seseorang yang bukan perokok aktif, pasti anda akan membatasi pergaulan anda dengan seseorang yang aktif merokok, paling tidak di saat mereka sedang merokok.
Alasan mengapa anda sedikit menjauhi mereka tentu saja karena tak ingin terpapar hal buruk dari asap rokok mereka. Iya, kan?
Maka begitu pula sebaiknya nanti, kalau kita memang benar-benar harus hidup bersama teman baru, Covid-19.
***
Saya tak bermaksud menjadi takabur, apalagi merasa kebal bahwa Covid-19 ini tak akan menjangkiti saya. Bukan pula mengajak anda semua untuk mengabaikan protokol dan aturan pencegahan penularan Covid-19 yang sedang dijalankan pemerintah.
Saya melihat, apa yang sedang terjadi saat ini adalah untuk menghilangkan pandemi, bukan virusnya. Pemerintah berusaha mengurangi penularan yang terjadi secara besar-besaran.
Selama masih ada potensi penularan massal dan luas, kita harus taat pada segala aturan dan anjuran yang ditetapkan.
Tapi nanti, saat penularan sudah bisa dikendalikan, virus sudah semakin dikenali, tapi tak juga bisa dimusnahkan, maka kita tak punya pilihan lain.
Kita harus berdamai dengan kehadiran mereka di sekitar kita, di dalam hidup kita sehari-hari, yaitu dengan melakukan kebiasaan-kebiasaan baru untuk mengurangi potensi terjangkit atau tertular.
Sambil terus berdoa, semoga Tuhan selalu memberkati kita dan yang tak kurang pentingnya adalah kita selalu bisa menjaga kesehatan diri sendiri dan orang-orang yang kita cintai.

Comments closed
Comments
Sukak sama tulisannya 🙂
Terima kasih, Shinta.
Kapan-kapan berkunjung lagi ya.
Berdamai dengan diri sendiri, karena pada akhirnya semua menjadi bagian dari kita sekuat apa pun kita menolaknya.
Betul dok, walaupun tak bisa dibohongi, semuanya takkan bisa kembali normal seperti sebelum pandemi.
Sepertinya berat jika harus berteman dengan Covid-19. Sebab, media juga telah berkontribusi memperburuk keadaan. Orang-orang di desa misalnya, mereka biasa saja dan beraktivitas seperti biasa. Justru media baik online/offline kian hari kian menakuti kita.
Tulisan yang renyah, dan keren.
Salam kenal Mas Agung..
Halo Mas, terima kasih sudah berkunjung.
Media memang ada plus-minusnya. Ada yang benar-benar menyebarkan informasi yang tepat, tapi ada pula yang justru menyebarkan rasa kuatir dan takut yang berlebihan. Memang sebaiknya kita tak perlu takut, tapi harus selalu waspada.
Pengennya sih cepat berakhir aja, Covid-19 ini. Baru beberapa bulan aja dampaknya sudah banyak terasa. Apalagi kalo misalkan sampe berbulan-bulan. Kasian mereka jadi banyak yang susah cari makan.
Betul Mas Dede.
Semoga situasi segera pulih kembali. Obat anti virusnya segera ditemukan.
Sehat selalu ya, Mas.