Prihatin Bis Kota
Dalam sehari, Minggu (6/12), 2 tragedi terjadi di jalanan ibu kota, Jakarta.
Pertama, bis Kopaja terbalik di jalan Thamrin. 1 orang tewas, beberapa lainnya luka.
Kedua, bis Metromini menerobos palang kereta di Tubagus Angke kemudian ditabrak KRL Bogor-Jatinegara. 18 orang tewas, belasan lainnya luka parah.
Sudah sering kejadian bis kota, baik Metromini atau Kopaja, mengalami kecelakaan di jalan.
Saya kesal dan sedih mendengar berita ini.
Kekesalan saya tertuju kepada penyedia jasa angkutan umum bis kota, yaitu Metromini dan Kopaja. Kondisi bis yang mereka sediakan sangat menyedihkan.
Kursi yang keras dan sempit, ditambah dengan bunyi mesin yang bising. Ditambah dengan sikap sopir yang ugal-ugalan dan tidak menghargai pengendara lainnya.
Hal yang hampir sama juga berlaku di bis AC yang terintegrasi dengan TransJakarta. Mereka suka seenaknya tiba-tiba keluar dari busway untuk mengangkut atau menurunkan penumpang di luar halte yang sudah disediakan di busway.
Kapasitas kursi yang sudah terpasang di dalam bis, ditambah oleh sopir dengan menempatkan bangku kayu di dalam bis.
Tentu saja itu berbahaya karena posisi bangku bisa saja menyebabkan penumpang terjatuh di dalam bis.
Tanggung jawab atas kecelakaan demi kecelakaan yang terjadi tidak bisa lagi hanya dibebankan kepada individu sopir saja. Penyedia bis harus juga bertanggung jawab.
Mereka juga seperti tidak pernah menindak sopir yang tidak bertanggung jawab. Misalnya, mengangkut dan menurunkan penumpang di tempat yang dilarang, merokok di dalam bis saat berkendara, kebut-kebutan dan termasuk juga melanggar palang perlintasan kereta api.
Tapi pelanggaran demi pelanggaran terus terjadi yang berakibat jatuhnya korban dari masyarakat yang tidak berdosa.
Pemerintah seharusnya tegas menjatuhkan sanksi kepada Metromini dan Kopaja. Misalnya dengan membekukan sementara izin yang dikantongi kedua badan usaha itu sambil mengevaluasi dimana letak kesalahannya.
Kalau sudah tidak bisa dibenahi lagi, izin usaha keduanya harus dicabut selamanya dan armada bis miliknya dilarang beroperasi lagi di jalanan ibukota.
Untuk rute-rute tertentu, saya pikir keberadaan Mikrolet sudah sangat cukup, walaupun tetap perlu ada penegakan disiplin bagi sopir Mikrolet.
Pemerintah harus ingat bahwa angkutan umum adalah yang paling vital fungsinya dalam menggerakkan perekonomian Jakarta. Pengguna layanan angkutan umum bukanlah kaum pemilik modal, tapi kaum pekerja yang selama ini menggerakkan usaha pemilik modal sehingga terjadi peputaran roda ekonomi di sana.
Keberadaan angkutan umum juga befungsi untuk mengurangi kemacetan di jalan raya.
Saat kemacetan semakin parah, mobilisasi para pekerja akan semakin terhambat yang otomatis menghambat pula pegerakan roda ekonomi di kota Jakarta.
Jangan biarkan korban berjatuhan lagi.

Comments closed
Comments
Udah lama ga pernah naik bis lagi 🙂 kalau dulu masih jaman smp si sy sering naek bis yang seukuran kopaja & memang udah kaya ikan teri didalemnya yang penting sampe, urusan keselamatan mah nomor berapa tau, sering banget sy liat rem nya juga udah pada parah
Yang lebih parah lagi si, tiap ada kecelakaan yang mengundang perhatian publik, buru2 deh pada saling lempar batu malah ada yg sok2an pengen nutup trayek segala padahal berkaca dari kejadian kopaja yang dulu nambrak driver gojek kita bisa liat semuanya cuma reaksi sesaat, razia dimana2 tapi begitu adem ya semrawut lagi dan kejadian lagi lah kecelakaan metro mini kemaren 🙁
Saya juga sebel apalagi kalau dipaksa-paksa masuk padahal udah ga muat, emang penumpang mau dijadikan peyek?
Tapi mereka katanya kejar setoran juga dan lagi-lagi balik ke perusahaan dan kebijaksanaan pemerintah. Ada baiknya, pemerintah memperhatikan hal-hal kecil ini lalu ke hal-hal yang lebih besar.