Kenapa Persija dan Persib Selalu Jadi Polemik?
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, polemik adalah perdebatan mengenai suatu masalah yang dikemukakan secara terbuka dalam media massa. Lalu, kenapa berita tentang Persija dan Persib seringkali menjadi polemik yang tidak pernah usai?
Musim lalu dalam pertandingan Persija v. Persib di Solo, Persib dinyatakan walk out oleh wasit asal Australia, Shaun Evans, di menit ke-83. Ancaman sanksi yang dapat dijatuhkan kepada Persib adalah degradasi ke Liga 2.
Tapi sanksi tersebut tidak menjadi kenyataan, melainkan hanya sanksi denda.
Maka isu pun beredar bahwa ada “orang kuat” Persib di PSSI yang menyelamatkan Persib dari pintu degradasi. Misalnya, ada Glenn Sugita, yang direktur Persib sekaligus komisaris utama di PT. Liga Indonesia Baru (PTLIB).
Menurut tirto.id, sekalipun Glenn hanya komisaris tapi dia punya kewenangan yang cukup besar mengingat beberapa orang yang menduduki kursi direksi di PTLIB adalah orang-orang bawaan Glenn.
Hal yang sama juga berlaku bagi Persija. Penundaan pertandingan Persija v. Persib menimbulkan polemik bahwa Persija memanfaatkan wewenang Joko Driyono sebagai plt. Ketum PSSI untuk menunda pertandingan, di saat dua penggawa Persija harus absen dipanggil timnas dan satu lagi masih terbelit cidera.
Andaikata yang mengalami penundaan adalah pertandingan antara Barito Putra v. PSIS mungkin beritanya tidak akan semeriah ini. Menjadi heboh di media massa, ya karena ada Joko Driyono.
The Jakmania dan Bobotoh bisa saja berargumen bahwa keberadaan Glenn Sugita dan Joko Driyono tidak memberi manfaat apapun bagi kepentingan klub. Idealnya memang seperti itu, untuk manjaga sportivitas.
Misalnya, muncul tuduhan konspirasi untuk mengatur agar Persija juara musim ini. Pertanyaan oleh The Jakmania kemudian, kalau memang ada konspirasi seperti itu, kenapa tidak dilakukan sejak musim lalu?
Menurut tirto.id, Joko Driyono masuk ke tubuh Persija melalui PT. Jakarta Indonesia Hebat (PTJIH) pada bulan Maret 2017. Bahkan Jokdri, sebutan Joko Driyono, juga menjabat sebagai plt. Ketum PSSI. Sementara Liga 1 musim 2017 sendiri dimulai bulan April 2017.
Artinya, peluang untuk mengatur Persija menjadi juara telah terbuka lebar sejak musim lalu. Tapi yang juara Liga 1 musim 2017 adalah Bhayangkara FC.
Artinya tuduhan semacam itu bisa dibantah dengan logika sederhana.
Namun bagaimana pun, keberadaan Jokdri dan Glenn Sugita di tubuh PSSI dan PTLIB akan selalu menimbulkan isu kurang sedap bagi setiap keputusan yang melibatkan Persija dan Persib.
Begitu juga keberadaan Iwan Budianto di PSSI, bagi setiap keputusan PSSI yang berkaitan dengan Arema FC. Bagi yang tidak puas dengan keputusan tersebut, akan memunculkan isu konspirasi.
Kalau terus seperti ini, akan lebih banyak waktu dan tenaga yang terpakai untuk berpolemik, membahas isu yang tidak jelas sumbernya, bertengkar di media sosial dan saling mencurigai sesama suporter.
Kapan majunya sepakbola kita?
***
Makanya, kalau saya pribadi berharap tidak ada lagi dualisme, rangkap jabatan, atau apapun bentuknya, seseorang yang memimpin sebuah klub di tubuh PSSI atau PTLIB. Seharusnya ada regulasi yang jelas untuk mengatur hal ini, untuk menghindarkan konflik kepentingan.
Bisa saja Jokdri atau Glenn Sugita menyatakan bahwa mereka bekerja secara profesional. Tapi sulit rasanya penggemar sepakbola nasional dengan mudah mempercayai hal tersebut, mengingat sepakbola kita pernah berada pada periode yang kelam, dimana mafia sepakbola berkuasa di tubuh PSSI.
Apalagi sekarang, PSSI seperti mengulangi kesalahan-kesalahan di masa lalu, yaitu keterlibatan ketua PSSI di ranah politik. Ini pasti akan menyeret lagi pertumbuhan sepakbola kita ke carut marutnya dunia politik nasional.
Semoga ada keajabian yang bisa membuat sepakbola kita menjadi industri yang maju, tanpa mengenyampingkan sportivitas dan prestasi sepakbola kita di kancah nasional maupun internasional.
