Kita Bukan Pelayan Masyarakat, …
Tadi pagi (13/2), saya mengikuti sosialisasi peraturan pelaksana UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Yah, materi sosialisasinya tidak penting untuk saya tulis, semuanya standar. Birokrat harus beginilah, harus begitulah, semuanya standar omongan pembicara seminar.
Tapi ada satu yang menarik perhatian saya saat coffee break. Seorang bapak yang belakangan saya tahu adalah pejabat eselon II, berbicara panjang lebar kepada saya tentang reformasi birokrasi. Bahkan konon dia yang “mengajari” Gubernur Jakarta sekarang tentang apa itu reformasi birokrasi.
Saya cuma menanggapi dengan diam saja semua perkataannya, bahkan saat dia bilang, “Kita ini bukan pelayan masyarakat, tapi kita ini tukang pelnya masyarakat”
Eh, kenapa jadi lebay begitu..?
Jujur saya bosan mendengar semangat seperti itu. Saya setuju masyarakat adalah yang utama, tapi saya, pejabat birokrasi, bukan nomor dua.
Tak perlu berlebihan begitulah. Saya yakin bukan cuma saya yang tidak mau dinilai seperti itu, banyak orang lainnya yang pasti setuju dengan saya.
Alasannya pun selalu sama, sebagian gaji kita dibayar oleh pajak masyarakat. Padahal dari gaji itu pun saya juga membayar pajak.
Sekarang, kalau saya membayar mahal untuk membeli karcis bioskop, apa semua pegawai di bioskop itu otomatis pelayan saya, atau bahkan tukang pel saya?
Rasanya tidak seperti itu, kan?.
Jadi santai sajalah, tidak perlu merendah sampai serendah itu di hadapan orang lain.
Laksanakan saja tugas sebaik-baiknya, itu sudah cukup membuat birokrasi dapat bermanfaat bagi masyarakat. Birokrat dan masyarakat seharusnya saling membantu dan bekerja sama.
Sikap saling membantu hanya bisa terjadi pada saat setiap pihak menghargai satu sama lain. Tak ada yang lebih tinggi derajatnya di hadapan yang lainnya.

Comments closed
Comments
betul. Apa-apa pasti mengacu pada.. “pajak”
Jalanan ada karena pajak. Traffic light ada karena pajak. Sampai-sampai, listrik ada karena pajak. Walaupun saya lebih beryukur, karena orang di luar negeri harus membayar pajak sampai dengan 30 persen pendapatan. Namun, di sisi lain, kenapa msh ada koruptor dan penjilat? I just hate them.
Saya setuju. Mungkin ndak perlu lebay ya. Tapi tetap perlu melaksanakan tugas dengan baik sesuai dengan apa yang menjadi tugas kita. Saya rasa itu sudah cukup.
Mungkin yang perlu diberikan wejangan bahwa “PNS adalah pelayan masyarakat” itu adalah oknum yang selama ini ndak kerja sesuai tugasnya sehingga perlu diberikan wejangan yang sedikit lebay.
Kata “pelayan” disini pun seharusnya dijelaskan lagi, sejauh mana arti pelayan itu. Apakah pelayan seperti pembantu rumah tangga yang mengerjakan semuanya atau bagaimana. Eh, bahkan PRT pun tidak mengerjakan semuanya kan, dia juga punya tugas dan tanggung jawab sebagai PRT.