Nikah Siri, Kenapa Dilarang?

Aneh! Itu kata yang tercetus dari mulut saya waktu saya baca tentang kontroversi nikah siri. Negara ini semakin lama semakin jauh memasuki ranah pribadi warga negaranya.

Menurut ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud M.D., hal ini dicantumkan dalam Rancangan Undang-Undang Peradilan Agama agar tidak menimbulkan korban. Menurut saya, cara ini sama konyolnya dengan menghindarkan masyarakat dari adanya kejahatan melalui facebook dengan melarang facebook, seperti yang sempat menjadi perdebatan di masyarakat beberapa waktu lalu.

Kalaupun kemudian pernikahan secara siri dianggap menimbulkan korban dari pihak perempuan, toh mereka melakukannya atas dasar suka sama suka. Bukan menjadi tanggung jawab siapa-siapa kalau ternyata ada seorang wanita yang mau dinikahi secara siri dengan terpaksa, kecuali dirinya sendiri.

Kalaupun seorang wanita melakukan nikah siri di bawah ancaman, dia bisa segera melaporkan ancaman tersebut ke pihak yang berwenang.

Apa saya pendukung nikah siri?

Saya akan mendukung pernikahan siri selama kedua mempelai saling mencintai dan menghormati hak dan kewajiban yang akan muncul akibat pernikahan itu.

Bahkan, saya akan mendukung pernikahan berbeda agama kalau memang akan membawa kebaikan untuk kedua belah pihak yang menikah.

Kalau pernikahan itu cuma menimbulkan hak dan kewajiban yang tidak seimbang antara suami dan istri, atau juga anak-anak yang lahir dari pernikahan itu, tentu saja saya menolak.

Termasuk bila memang bisa dibuktikan bahwa pernikahan secara siri lebih banyak menguntungkan pihak laki-laki dan merugikan pihak perempuan.

Tapi menurut saya, itu bukan kesalahan lembaga pernikahannya. Itu adalah kesalahan masing-masing pihak.

Buktinya, tidak semua pernikahan yang dilangsungkan dengan cara yang benar menurut hukum bisa membahagiakan kedua belah pihak yang menikah.

Lihat saja, banyak pernikahan yang sah menurut hukum perkawinan kita berakhir dengan perceraian karena berbagai alasan. Ada yang karena perselingkuhan, ada yang karena alasan ekonomi, bahkan ada yang disebabkan oleh kekerasan fisik.

Lalu kalau ternyata memang benar demikian, apakah pernikahan juga akan dilarang? Dengan kata lain, setiap orang dilarang menikah karena akan memungkinkan terjadinya kerugian di salah satu pihak.

Segala masalah yang muncul dalam pernikahan adalah kesalahan dan tanggung jawab masing-masing individu, bukan lembaga pernikahannya.

Cara yang paling tepat menurut saya bukan dengan melarang pernikahan siri. Tapi dengan membekali kedua belah pihak, terutama pihak perempuan, mengenai kebaikan dan keburukan pernikahan ini.

Lalu biarkan mereka menentukan pilihannya sendiri.

Apa gunanya kita punya Komnas Perlindungan Anak dan Komnas Perempuan? Adanya larangan ini justru membuat saya memandang kedua komisi itu sebagai komisi yang lemah dalam menjalankan fungsi dan tugasnya.

Comments

  • Yanuar says:

    agree gung…
    cuman mau ngomentari tags di bawah ituh..

    Tags: korban, nikah siri,…
    hi.hi.hi..
    .-= Yanuar´s last blog ..Sesuatu =-.

  • Gek says:

    Agama kita (saya) kan ga ada nikah siri, saya ga mau pusing memikirkan atau mendiskusikan hal-hal yang TIDAK PENTING…bin ANEH 🙂

    Nulis terus yaaa, Sob. 🙂
    .-= Gek´s last blog ..Pencerahan =-.

    • Agama kita?? Saya ndak pernah merasa agama kita sama. Hehe..

      Tapi, saya ndak lagi membicarakan agama kamu, atau agama siapa pun kok, Gek. Saya lagi membicarakan Rancangan Undang-Undang negara saya yang sedang disusun di legislatif.

  • Cahya says:

    Kalau orang bilang, tukang yang baik tidak akan menyalahkan peralatannya. Tetapi rerata manusia bukan tukang yang baik, ia menuntut peralatan serba baru dan ter-upgrade – sehingga tidak mengganggu proses apa yang ingin diciptakan. Bila perlu peralatan tanpa cela 😀

    Tiada gading yang tak retak.
    .-= Cahya´s last blog ..Menyusui, Ikterus dan Taurin =-.

    • Saya rasa, untuk mengakali keadaan bahwa manusia bukan tukang yang baik, adalah dengan meningkatkan kemampuan si manusia itu sendiri. Sebab, sesempurna apa pun alatnya, ndak akan membawa dampak positif kalau kemampuan si pemakai alat tetap kurang baik.

      • Cahya says:

        Kalau dulu ada lakon “petruk jadi ratu” mungkin sekarang ada lakon “petruk jadi pande besi” – karena mereka yang bertugas membuat peralatan yang semestinya bermanfaat bagi kehidupan sehar-hari 🙂
        .-= Cahya´s last blog ..Fakta Mengejutkan Tentang Lambung Anda =-.

        • Mas Cahya, demi Tuhan, saya sebenarnya sulit banget mengerti komentar seorang sastrawan seperti anda. Hehe.

          Tapi kalau boleh saya simpulkan, lakon petruk jadi pande besi ini maksudnya adalah bahwa legislator kita sebenarnya bukan orang-orang yang cakap menjadi perancang UU. Begitu mas? Hehe, semoga ndak salah.

  • imadewira says:

    Secara umum saya setuju dengan apa yang ditulis diatas. Saya tidak terlalu mengerti hukum, khususnya berkaitan dengan pernikahan, tetapi setahu saya, sah atau tidaknya sebuah pernikahan didasarkan beberapa syarat salah satunya adanya saksi. Tapi belum saya mengerti, pernikahan itu ada jenis-jenisnya lagi ya?
    .-= imadewira´s last blog ..Prediksi Liga Champions : Milan vs MU =-.

    • Yang saya tau sih, pernikahan cuma ada 1 jenis dalam hukum kita. Yaitu antara pria dan wanita yang cukup umur berdasarkan agama dan kepercayaannya, yang dicatat sesuai dengan peraturan yang berlaku.

      Sementara pernikahan yang banyak terjadi di masyarakat seperti nikah siri, nikah di bawah tangan, nikah kontrak, atau apalah namanya, ndak ada disebutkan dalam UU kita. Seperti itulah yang saya tau.

  • adiarta says:

    Memang benar, kalau sudah saling cinta dan bertujuan untuk kebaikan, buat apa dilarang. Pelarangan nikah sirih hanya membuktikan bahwa komisi terkait tidak becus menyelesaikan permasalahan yg terjadi dlm nikah sirih, dan memperlihatkan ketakutan yg tidak beralasan… 🙂
    .-= adiarta´s last blog ..Kategori Bekerja Menurut Pengalaman Saya =-.

  • Rindu says:

    Sebab menurut saya, cuma perempuan dan anak-anak yang mampu membawa laki-laki menuju kebaikan dan kebahagiaan yang sebenarnya…

    *akhirnya ada juga yang mengakui ini*

  • indra1082 says:

    Saya mah ngambil sisi positifnya saja, gak ma musingin, udah pusing.. 😀

  • kalo boleh jujur, berapa sih orang di Indonesia yang menikah siri dengan niat yang baik?

    kebanyakan mereka menikah siri karena (misalnya) si pria sudah punya istri sah, tidak ada restu dr orang tua, atau memang prianya saja hidung belang.

    itu yang dimaksud dengan merugikan wanita. banyak suami yang menikah siri dengan wanita lain tanpa restu istri. banyak wanita yang menyerah memilih nikah siri krn si pria yang maunya begitu, kalo diajak nikah beneran malah susah. dan akhirnya, ketika si istri siri hamil atau sudah punya anak, si pria bisa pergi begitu saja.

    jika pria pergi tanpa talak, secara islam statuswanita bukan janda, masih istri tp sudah ditinggal suami. mau bagaimana nasibnya? jika menikah lagi (atau nikah siri lagi) jatuhnya ya dosa juga, seperti zinah.

    tanpa tanggungan, anak tidak punya akte kelahiran, tidak bisa sekolah. tidak bisa menuntut nafkah dari si pria karena statusnya tidak dilindung secara hukum.

    mungkin wanita yang menikah siri bisa melapor secara hukum ketika ditinggal suami… tapi kenyataannya bagaimana? omong kosong. sudah diatur dlm agama? Hmmm… Tuhan tidak datang dan menegur si suami untuk bertanggung jawab kan?

    Soal zinah, sudah ada UU yang mengatur zinah. kalo melihat orang melakukan zinah dan tidak suka, tinggal lapor saja ke polisi. jadi bukannya zinah itu boleh dan nikah siri tidak boleh.

    lagipula, apa susahnya nikah di KUA? tidak jauh beda dengan nikah siri kan? gak wajib ada resepsi, pengumuman, undangan dll. bedanya cuma dicatet doank. kalo memang niatnya suci, sih, pasti memilih nikah di KUA. yang penting tercatat dan sah. itu kalo niat nikahnya emang baik ya…
    .-= macangadungan´s last blog ..A Cup of Sex, Please… =-.

    • hahahha, kepanjangan komentarnya XDDD
      maap ya pushandaka
      .-= macangadungan´s last blog ..A Cup of Sex, Please… =-.

      • Haha, ndak apa-apa kok. Tapi, untuk komentarmu yang panjang itu, saya punya pertanyaan singkat. Salah siapa kalau ternyata ada perempuan jadi korban laki-laki yang seperti itu? Salah nikah sirinya? Bukan! Saya ndak mau pernikahannya yang disalahkan, tapi salahkan pelaku kejahatannya.

        Seharusnya, DPR bukan buat UU yang melarang nikah siri. Tapi buatlah UU yang mengharuskan pemerintah menyediakan dana lebih bagi komnas perempuan atau komnas anak untuk mendidik kaum mereka agar ndak ditipu laki-laki senacam yang kamu bilang di atas, melalui lembaga pernikahan siri.

        Ibaratnya, untuk mencegah jatuhnya korban kejahatan yang dilakukan melalui facebook, bukannya mendidik pengguna facebook untuk lebih berhati-hati, malah facebooknya yang dilarang. Seperti itu yang kamu mau? Ndak kan?

        Wah, tanggapan saya malah jadi panjang lebar. Padahal kalau kamu baca postingan saya, semuanya sudah saya jelaskan. Hehe.

        • oke, yang salah emang bukan nikah sirinya. Tapi orang-orang yang menyalahgunakan kesucian dari pernikahan siri padahal sebenernya pengen zinah tp halal.

          nah penyalahgunaan tujuan nikah siri itu lah yang mustinya diatur, dan tetep musti ada sanksi. karena walau wanitanya dididik soal nikah siri gak akan ada hasilnya. saat si lelaki memberi janji manis dan si wanita cinta, apa salah si wanita juga kalo percaya pada si pria dan akhirnya mau menikah siri?

          ibaratnya kalo anda ditipu sama penipu… yang salah penipunya apa anda yang gampang ditipu?

          sebenernya yang saya protes di atas bukan RUU nikah sirinya, tp tulisan dan pendapat kamu push. :p
          .-= macangadungan´s last blog ..A Cup of Sex, Please… =-.

        • Lea yang macan banget.. 🙂

          Kayanya saya harus membuat tulisan tentang ini dalam sebuah postingan baru. Hehe! Tapi gini deh, saya perjelas pendapat saya ini.

          Saya setuju bahwa ada laki-laki (bahkan banyak banget malah) yang memanfaatkan pernikahan siri untuk melakukan perbuatan pidana (menipu atau berzina). Tapi, seseorang baru bisa disangka menipu kalau dia sudah melakukan penipuan itu. Iya kan?

          Begitu juga laki-laki dan perempuan yang melakukan pernikahan siri. Apa tuduhan yang bisa dijatuhkan kepada mereka yang melakukan pernikahan siri? Si laki-laki kita tuduh pengen zina secara halal? Si perempuan melakukan praktik prostitusi secara halal? Ndak bisa le. Semua harus terbukti dulu.

          Lea, kejahatan semacam itu ndak cuma terjadi dalam pernikahan siri. Dalam sebuah pernikahan yang sah agama dan hukum pun kejahatan bisa muncul. Misalnya, perselingkuhan (zina), penganiayaan (KDRT), human trafficking (menjual anak kandung atau istrinya), dsb. Apa trus kemudian semua orang yang menikah harus dipidana karena banyak kejahatan yang terjadi dalam pernikahan itu? Ndak bisa kan? Tapi pidanalah orang yang melakukan kejahatan saja, bukan dipukul rata seperti yang dilakukan pemerintah sekarang.

          Kalau ada orang yang melakukan pernikahan siri cuma karena alasan bahwa hal itu dihalalkan agamanya, bagaimana? Apalagi kalau ada perempuan yang rela dinikahi secara siri karena dia cinta. Wah, jahat banget kita harus mempidana mereka yang menikah karena cinta. Ingat lho, perempuan yang menikah siri juga akan dipidana menurut RUU itu.

          Dan saya tetap berpendapat bahwa tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah ikut berperan terhadap banyaknya perempuan yang rela dinikah siri (juga dipoligami). Itulah yang seharusnya dipikirkan pemerintah. Bagaimana melatih dan mendidik kaum perempuan, agar mereka menjadi kaum yang tangguh dan mandiri. Kalau mereka sudah mampu lebih mandiri, baik secara ekonomi maupun hukum, mereka pasti akan lebih bisa menolak tegas untuk dinikah siri. Dengan menjadi lebih tangguh dan lebih mandiri, ketergantungan yang berlebihan terhadap laki-laki akan bisa dikurangi.

          Seperti itulah pendapat saya. Tapi saya hargai banget pendapat kamu, walaupun saya tetap ndak sependapat. Hehe! Jangan ragu untuk memprotes lagi pendapat saya ini. 🙂

  • saya lebih ngeliat yang dihukum bukan si wanita karena menikah siri, tp si pria jika ia meninggalkan wanita yang telah ia nikahi secara siri. sekali lagi bukan nikah sirinya yang diatur, tapi penyalahgunaannya.

    ya kesimpulannya kita sepakat untuk tidak sepakat XDDD ato mungkin karena kita melihat dari sudut pandang yang berbeda. jelas banget tulisan saya dan mas pushandaka ditulis dari sudut pandang yang jauh berbeda.

    tp nggak apa-apa, saya sepakat untuk tidak sepakat. maaf sudah merepotkan, dan terimakasih mau berdiskusi dan berbagi pikiran dengan saya XD
    .-= macangadungan´s last blog ..Perbedaan yang Menyatukan Kita *katanya sih gitu* =-.

    • lea, komentarmu yang terakhir ini malah sepakat dengan pendapat saya. Coba diperhatikan lagi..

      Nah, tapi faktanya RUU itu mempidanakan semua pelaku nikah siri, tanpa membuktikan lebih dulu apakah kemudian pernikahan itu akan disalahgunakan atau ndak. Pelaku nikah siri yang dimaksud adalah mempelai pria, mempelai wanita, saksi, dan yang menikahkan

      saya ndak sepakat dengan kamu karena kamu mendukung pemidanaan urusan perdata. Itu ndak benar. Perdata punya caranya sendiri, beda dengan pidana. Ndak lucu banget kalau seseorang dipenjara cuma karena dia melangsungkan pernikahan.

      Ndak apa-apa kok. Ndak ada yang direpotkan. Saya malah senang bisa berbagi pendapat, dan akhirnya membuat kamu berpendapat bahwa penyalahgunaannyalah yang harus ditindak, bukan pernikahannya.

  • Comments closed

    Newsletter