Belajar Dari Film Million Dollar Arm
Film sederhana tapi pesan moralnya sangat dalam untuk saya.
Gara-gara membaca tulisan Mbak Lia di sini, saya jadi ingat bahwa saya berlangganan Netflix sudah beberapa bulan belakangan tapi jarang saya nikmati. Maka setelah pulang dari kunjungan ke blog milik Mbak Lia, saya segera memilih-milih film yang menarik minat menonton saya. Bukannya Netflix, pilihan saya jatuh kepada film Million Dollar Arm dari Disney+ Hotstar.
Saya pilih film Million Dollar Arm karena saya sangat suka film yang dibuat berdasarkan kisah nyata. Banyak kandungan sejarah di dalamnya.
Begitu juga film yang diproduksi oleh Disney pada tahun 2014 ini, bertema sejarah tapi kontennya tak rumit dan bisa dinikmati sebelum tidur. Mendapat skor 7.0 di situs IMDB.
Film ini bercerita tentang kisah nyata dua pemuda India yang memenangkan kontes melempar bola ala olahraga bisbol. Bisbol bukan olahraga populer di India, tapi J.B. Bernstein, si penggagas kontes yang merupakan agen olahragawan di Amerika Serikat, menganggap India potensial sebagai lumbung calon atlet bisbol karena di sana ada kriket, olahraga yang sangat populer dan dianggap mirip dengan bisbol.
Maka, dua pemenang kontes, Rinku Singh dan Dinesh Patel, berhak atas hadiah uang dan pergi ke Amerika Serikat untuk menjalani trial sebagai atlet bisbol. Sialnya, setelah tiba di Amerika, barulah ketahuan bahwa keduanya bahkan tidak tahu apa pun tentang kriket, apalagi bisbol. Mereka memenangkan kontes hanya karena bakat yang mereka punya dengan lemparan yang kuat, sekalipun tanpa akurasi yang hebat.
Singkat cerita, dengan berbagai masalah, seperti culture shock baik di kehidupan sosial maupun di bidang olahraga, rindu kampung halaman dan konflik kepentingan antara kedua pemuda dan Bernstein, film ini berakhir dengan suka cita.
Film yang ringan dan sederhana.

Belajar apa?
Lalu pelajaran apa yang bisa saya petik dari film ini? Bukan cuma teknik melempar dalam olahraga bisbol tentu saja.
Ada beberapa, tapi saya ambil dua hal saja. Sebenarnya dua hal itu sudah saya tanamkan di dalam diri sejak lama, tapi di tengah situasi yang rumit sekarang ini rasanya saya harus pupuk lagi agar tumbuh berkembang lagi di dalam hati.
Pertama, bagaimana saya seharusnya terus belajar untuk mencintai sesuatu yang sebenarnya tidak pernah saya harapkan sebelumnya. Seperti yang dilakukan Rinku dan Dinesh, yang sama sekali tidak mengenal bisbol tapi tetap berusaha melakukan yang terbaik untuk menjadi pemain bisbol profesional di Amerika.
Saya pun demikian. Kalau boleh jujur, profesi yang saya jalani sepuluh tahun terakhir ini bukanlah profesi yang saya idamkan pada awalnya. Saya sering mengeluh, kurang ini dan itu, seharusnya begini dan begitu, atasan yang tak becus, dsb., yang membuat saya beberapa kali ingin pergi.
Tapi saya ingat sebuah ungkapan, do what you love or love what you do. Semua orang berharap bisa berprofesi di suatu bidang yang dia cintai. Misalnya Cristiano Ronaldo, seorang Portugis yang sangat mencintai sepak bola, sekarang sangat tenar karena profesinya sebagai pesepak bola profesional.
Sayangnya tidak semua orang bisa sehebat Cristiano, bukan?
Maka pilihan saya selanjutnya adalah, love what you do. Cintailah apa yang sedang kau kerjakan sekarang. Inilah pilihan paling logis untuk saya sekarang. Mau tidak mau, saya harus berusaha untuk mencintai apa yang sedang saya kerjakan saat ini, meskipun itu bukan yang paling ideal.
Alasannya?
Sebab dari profesi itulah saya bisa bertahan sampai sekarang. Bagaimanapun, jalan saya sekarang di sini. Saya mungkin bisa saja keluar dan mengejar apa yang benar-benar saya cintai, tapi alih-alih berpikir idealistis mungkin saat ini waktu yang lebih tepat untuk bersikap realistis.
Bersukacitalah untuk semua hal yang ada.
Kesederhanaan Rinku dan Dinesh membuat saya ingin terus belajar untuk bersyukur dan bersuka cita atas segala hal yang telah saya terima di dalam hidup. Masih mirip dengan pelajaran pertama tadi, tapi ini lebih kepada bagaimana kita bisa mengelola stres.
Dalam film Million Dollar Arm, diceritakan pada suatu fase, Bernstein sangat stres melihat perkembangan Rinku dan Dinesh yang tidak sesuai harapan. Bahkan mereka gagal menunjukkan kemampuan terbaiknya di hadapan para pelatih dan pemandu bakat dari beberapa klub bisbol. Sebagai agen atlet, tentu hal itu tidak baik bagi bisnisnya.
Tapi apa yang akhirnya membuat mereka bisa melalui semua rintangan? Kuncinya ternyata sangat sederhana: bersukacitalah.
Gampangnya, jangan stres.
Hadapi semua dengan suka cita, sebab semua yang terjadi di dalam hidup bukanlah tanpa alasan yang baik. Tokoh utama dalam film itu akhirnya sepakat bahwa tidak ada solusi yang lebih mudah dilakukan selain dengan mengesampingkan segala hal yang membuat stres.
Begitu juga seharusnya saya. Saya harus lebih giat lagi mengembangkan pikiran dan sikap dengan penuh suka cita. Segala kerumitan hidup, ditambah dengan kehadiran virus Corona, akan mudah sekali membuat saya stres.
Saat saya stres, semua kesulitan tidak akan menjadi mudah, bahkan solusi yang paling sederhana pun takkan pernah sekalipun tebersit di pikiran yang sudah terlanjur ruwet. Semakin berantakan, iya.
Maka cara termudah adalah dengan bersuka cita. Selalu ada hal baik dibalik suatu kejadian yang kita alami. Itu hanya bisa kita temukan bila kita tetap bersyukur dan berpikir baik, sekalipun masalah yang sedang kita hadapi tidak begitu saja terselesaikan.
Setidaknya bila kita selalu melingkupi pikiran dan perasaan kita dengan rasa syukur dan suka cita, kita bisa menemukan beberapa pilihan cara untuk menghadapi setiap kesulitan. Ada harapan yang tumbuh dari situ.
Klise? Iya, tapi sepertinya itu adalah dua pilihan yang paling mudah untuk saya pupuk terus-menerus di sisa hidup saya.
Apalagi banyak hal baik yang telah saya terima untuk memudahkan saya terus berpikir positif dan menjaga suka cita di dalam hati. Salah satunya adalah kehadiran dua orang tercinta, istri dan anak saya, Rebecca dan Kayika.
Itu adalah nikmat yang takkan pernah bisa saya dustakan.
Bukan penentu.
Tapi apa pun yang saya lakukan, tidak menjadi satu-satunya penentu di dalam hidup saya. Banyak faktor lain di luar diri saya sendiri yang dapat mempengaruhi ke depannya. Faktor paling besar tentu saja perkenan dari Tuhan.
Maka itu, cara terakhir setelah semua cara kita coba dan kembangkan adalah berdoa dan memohon agar Tuhan mengabulkan impian kita dan tetap ikhlas tunduk atas apa pun yang kemudian Dia kehendaki.
Setelah Million Dollar Arm, film The Trial of The Chicago 7 masuk ke dalam daftar film yang akan saya tonton selanjutnya.

Comments closed
Comments
Eee, akhirnya Kak Agung balik menonton film lagi ? turut senang dengan kegiatan baru Kakak ?
Nice writing Kak Agung!
Filmnya jadi terlihat penuh makna ketika Kakak menjabarkannya lho~
Untuk Love What You Do, semakin ke sini semakin banyak digaungkan oleh para influencer, mungkin karena dulu lebih terkenal pernyataan “Do What You Love” yang diartikan kebanyakan orang jadi mengejar passion terlebih dahulu dan membuat tidak betah kerja di kantoran menjadi pegawai, pada akhirnya sekarang orang-orang beralih menekankan pada Love What You Do, which is memang mengejar passion boleh tapi tetap harus “melek”. Dan aku lebih suka motto hidup Love what you do sih ?
Bersukacitalah untuk segala hal yang ada. Ini penting banget! Ketika kita bisa sering merasa seperti ini, rasa-rasanya yang namanya “stress” bisa hilang dari KBBI deh alias no more stress and hello umur panjang wkwkwk
Kak Agung, semoga impian Kakak di tahun ini bisa terwujud ya. Selamat menonton film lainnya di Disney+ ?
Hai Lia.
Sebelumnya saya minta maaf ya, untuk masalah komentar yang entah kenapa masuk sebagai spam. Tapi bukan cuma Lia, semua komentar yang masuk belakangan ini semuanya nyasar ke folder spam. Saya coba cek masalahnya dimana.
Terima kasih untuk apresiasinya ya. Juga untuk ‘racunnya’ bisa bikin saya menonton lagi. Hehe.
Iya, di masa yang serba terbatas seperti sekarang ini, saya pikir sekarang ini pilihannya cuma mengembangkan apa yang sudah ada. Kalaupun ingin menciptakan suatu hal baru, mungkin masih bisa tapi tentunya tidak seleluasa bila situasi di luar rumah sudah sehat, aman dan terkendali. Makanya dua pesan itu yang saya ambil dari film Million Dollar Arm.
Hi Kak Agung, untunglah komentarku berhasil masuk. Aku pikir komentarnya nggak ke submit, jadi aku contact Kakak via email sebelumnya. Semoga bisa segera ketemu masalahnya ya. Kalau butuh bantuan, sepertinya Kak Anton dari Maniak Menulis bisa membantu 😀
Sama-sama Kak Agung! Senang rasanya bisa meracuni orang lain hihihi.
halo mas coach kapan futsal lagi?
Siap kapten!
Masalah saya saat ini kurang lebih sama dengan mas Agung, jadi sedikit banyaknya bisa relate. Sebab saya juga sedang berusaha untuk melupakan hal-hal yang berpotensi membuat stress dan nggak menyelesaikan masalah sama sekali, serta yang paling penting saya juga sedang berusaha untuk lebih mencintai apa yang saya kerjakan sekarang. Karena, seperti kata mas Agung, nggak semua orang bisa mengalami fase dimana pekerjaan atau hal yang dia inginkan itu sesuai dengan harapan, hehe.
Semoga perjalanan dalam mengembangkan diri kita ke arah yang lebih baik dimudahkan dan berada selalu dalam bimbingan-Nya ya, mas Agung~ Sehat-sehat selalu, mas Agung dan keluarga^^
Terima kasih ya, mbak.
Mungkin buat saya kondisi sekarang masih lebih baik daripada untuk sebagian orang lainnya. Ada yang bahkan sampai kehilangan pekerjaan, sehingga jangankan untuk mengejar do what you love, bahkan untuk bertahan dengan yang sedang mereka kerjakan pun tidak bisa. Semoga ada hal baik yang akan datang untuk mereka yang kehilangan pekerjaannya. Termasuk juga menghidari hal-hal yang membuat stres, di tengah kondisi sekarang, kehilangan pekerjaan, stres akan mudah sekali terpicu.
Semoga Tuhan berkenan atas harapan banyak orang di situasi yang sulit sekarang ini.
Siiip, aku penasaran Ama ceritanyaaa :D. Netflixku mau aku aktifin lagi, kayaknya makin ditinggal, jadi makin seru film2 nya hahahaha.
Bener mas, skr ini susah kalo mau bener2 mencari kerjaan yg kita cintai. Kerjaan kantor, mungkin bukan sesuatu yg kita suka, tapi setidaknya gaji dan benefit nya sangat membantu memenuhi kehidupan.
Utk skr, memang LBH masuk akal utk bersikap realistis drpd memaksakan idealis. Apalagi dengan adanya anak dan pasangan yg hrs kita tanggung :). Jadi pilihannya, ya LBH baik love what you do 😉
Siiip mbak Fanny. Filmnya sangat sederhana, cocok untuk film pengantar tidur.
Iya mbak, kerja kantoran tidak sepenuhnya menyenangkan untuk tipe orang yang agak sulit disiplin dengan rutinitas. Apalagi dengan kehadiran anak yang punya kebutuhan untuk banyak menghabiskan waktu bersama bapak-ibunya, semakin ingin rasanya memiliki mata pencaharian yang membuat saya lebih banyak waktu di rumah atau di manapun bersama anak dan keluarga. Tapi di tengah situasi begini, baru terasa bahwa segala hal ada sisi plus dan minusnya.
Semoga situasi segera normal, sehingga kita semua masih sempat untuk melakukan hal-hal yang kita senangi.
Hola mas Agung 😀
Menarik juga filmnya, jadi penasaran mau menonton, saya biasanya hanya menonton Disney kartun, baru tau ada film versi real seperti Million Dollar Arm. Sekilas saya pikir tadi lagi bahas Slamdunk Millioner yang dari India juga hahahaha 😀
Eniho, saya setuju, menurut saya being realistic itu perlu, jadi kalau kita belum dapat kesempatan untuk lakukan apa yang kita cintai, memang option terbaik adalah berusaha untuk cintai apa yang kita lakukan. Siapa tau nanti berjalan dengan waktu, yang kita lakukan tersebut bisa tumbuh jadi sesuatu yang kita banggakan 😀
Thank you for sharing, mas ~
Terima kasih kembali, mbak Eno. Cuma sharing hal sepele dari film yang saya tonton kok.
Saya setuju dengan mbak Eno, selagi kita belum dapat kesempatan untuk do what you love, maka opsi terbaik memang melakukan yang terbaik pada hal apapun yang sedang kita kerjakan sekarang. Jangan sampai nanti kita malah kehilangan semuanya yang sudah kita miliki gara-gara kita tidak fokus kepada yang ada sekarang.
Hm, kayaknya saya pernah berada di situasi tokoh itu. Diterima di suatu tempat hanya karena ada satu keunggulan yang saya kuasai. Apesnya, setelah menjalaninya langsung kok saya jadi merasa bego banget. Banyak yang belum saya mengerti. Enggak tahu apa-apa. Pengin berhenti aja.
Syukurlah dengan sikap menerima dan berpikir ini pasti ada hal baiknya, saya bisa bertahan lebih lama. Ya, walau ujungnya sudah keluar juga, sih. Ahaha. Paling enggak ada hal-hal yang bisa dipelajari dari setiap kejadian yang terjadi dalam hidup. Jangan buru-buru menyerah sebelum memberikan performa terbaiknya.
Hai mas Yoga.
Setuju, jangan buru-buru menyerah sebelum memberikan performa terbaiknya, walaupun kita juga harus tahu batasan diri sendiri untuk mengakui bahwa ada hal yang mungkin memang tidak pas untuk kita. Tapi dalam situasi seperti sekarang, saya pikir memang setiap orang harus melakukan upaya terbaiknya untuk bisa bertahan. Semoga kita semua kuat bertahan.
aku suka kalau film yang dibuat berdasarkan kisah nyata. Kalau ini bisa dibilang “pertentangan batin” dari awal dari si tokoh utama. Dari yang awalnya nggak ngerti kriket atau bisbol, tapi mereka ada semangat untuk bisa maju.
jadi keinget sama film pursuit of happines, yang sama sama diambil dari kisah nyata juga. Tapi beda inti ceritanya.
Love what you do, ini yang beberapa tahun terakhir aku alami mas Agung. Dulu aku kerja masuk ke divisi promosi, awalnya aku nggak begitu suka kalau harus ditugaskan keluar kantor, lama-lama aku sudah cinta sama kerjaanku ini. Itung-itung karena doyan jalan, jadi aku anggap kerja sambil liburan hahaha. Biar ga stress gitu maksudnya.
sempet juga pengen resign waktu itu, karena nggak cocok sama atasan yang pertama, aku rasa banyak “miss”nya juga. Kadang sampe aku “kabur-kaburan” dari kantor dengan segala alasan 😀
sekarang, aku enjoy aja di bidang ini
penasaran pengen donlot Disney. Soalnya filmnya bagus-bagus ya.
masih punya Netflix aja nih