Memperlakukan Anak

Membaca tulisan gustulank, saya jadi teringat dengan obrolan saya bersama Bli Ade (lawyer/owner SP Law Office) tentang seorang anak berumur 9 tahun di Surabaya yang diadili di meja hijau karena dengan sengaja menempelkan seekor tawon ke pipi temannya. Tanpa disadarinya, ternyata tawon itu menyengat pipi si teman.

Akibatnya, pipi si teman menjadi bengkak dan tidak bisa masuk sekolah. Orang tua korban yang kebetulan seorang polisi, ternyata melaporkan perbuatan si anak iseng itu ke kantor polisi.

Orang tua si anak iseng sudah berusaha menempuh jalan damai dengan berkunjung ke rumah korban untuk minta maaf. Namun orang tua korban tetap pengen melanjutkan kasus itu secara hukum.

Tepatkah apa yang dilakukan oleh orang tua korban, mengingat banyaknya penilaian yang muncul di masyarakat bahwa pemidanaan anak seperti itu adalah berlebihan?

Menurut hukum tidak ada yang salah dengan itu.

Siapa pun apabila memenuhi unsur-unsur sebuah perbuatan pidana, dapat diproses secara hukum.

Dari contoh di atas, si anak iseng sudah memenuhi unsur-unsur penganiayaan.

Bukti lain bahwa seorang anak dapat diproses secara hukum dapat dilihat dari UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Anak).

Pasal 16 ayat 3 menyebutkan bahwa penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.

Untuk itu kemudian negara menyediakan lapas anak untuk membina anak pidana semacam itu.

Jadi, secara hukum sebenarnya tidak ada yang salah dengan mempidanakan seorang anak.

Bahkan, ada pula UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Sidang Anak).

Tapi kemudian yang harus menjadi sorotan kita adalah sistem pembinaan yang berlaku di keluarga dan masyarakat.

Menurut saya anak adalah cerminan keluarga dan masyarakatnya. Pembinaan yang saya maksud tidak hanya bagaimana caranya mencegah si anak melakukan kenakalan yang berlebihan, tetapi juga menyikapi kenakalan anak yang telah terjadi.

Kalau dari contoh di atas, saya merasa hal itu hanya karena sifat dasar anak-anak yang memang seharusnya nakal, dan iseng, sesuai dengan umur dan tingkat kecerdasannya.

Tapi pembinaan untuk pencegahan itu saja tidak cukup. Pembinaan harus tetap berlangsung bahkan setelah kenakalan itu terjadi.

Cukup dengan mengingatkan kepada si anak bahwa apa yang dilakukannya tidak baik dan merugikan orang lain.

Saya yakin si anak iseng di atas pasti sudah cukup ketakutan melihat temannya menangis kesakitan. Tidak perlu dengan menyeretnya ke hadapan polisi, jaksa, dan hakim.

Apalagi kasus itu kemudian mendapat sorotan masyarakat dan pers.

Jadi menurut saya, pembinaan tidak cuma harus ditujukan kepada si anak, tapi juga kepada para orang tua dan kita semua yang telah cakap secara hukum.

Sebaiknya kita bisa membedakan mana kenakalan yang bisa diselesaikan secara damai di luar hukum dan mana kenakalan yang memang harus diselesaikan secara hukum.

Misalnya seorang anak yang mengakses situs porno di internet. Pembinaan di luar hukum saya rasa sudah cukup untuk kenakalan itu, dan untuk selanjutnya pengawasan terhadap mereka di dunia maya lebih ditingkatkan.

Tapi di sisi lain saya juga tidak menganggap pemidanaan anak adalah sebuah perbuatan yang berlebihan. Seorang anak yang memperkosa temannya tentu saja harus mendapat pembinaan secara hukum.

Penegak hukum harus memilah dengan bijak, mana perbuatan yang harus diproses secara hukum dan mana yang tidak.

Mereka harus berupaya sekeras mungkin untuk menempuh jalan damai.

Kalaupun di kantor polisi upaya damai dan kekeluargaan itu gagal, hakim dapat mengupayakan hal yang sama sebelum proses peradilan dimulai secara formal.

Comments

  • adiarta says:

    Peran serta orang tua memang sangat penting. Anak yg tidak mendapat perhatian yg benar, memang cenderung lebih nakal dan mempunyai jiwa pemberontak (mungkin) 🙂 Pengertian & kesabaran harus diutamakan!
    .-= adiarta´s last blog ..Game Baru 2010 =-.

  • gustulank says:

    Maknyus.. top markotop.. Tulisannya agung memang luar biasa.
    Penyikapan yang manusiawi layak didapat semua anak, termasuk anak nakal dan anak negara. Karena Negara belum bisa memberikan secara penuh apa yang menjadi hak-hak anak, mari kita bantu mereka gung. Bukan untuk mereka (penghuni lapas anak), tapi untuk negara Indonesia. Salam 🙂
    .-= gustulank´s last blog ..Ketika Hukum “Berbicara”. =-.

  • Cahya says:

    Saya pingin sebenarnya masyarakat lebih memahami satu sama lainnya.

    Perasaan kita dalam sebuah masyarakat apakah begitu jauh berbeda satu sama lainnya? Termasuk juga anak-anak di dalamnya.

    Apakah kita begitu sibuk sehingga lupa memperhatikan apa yang dibangun dan terasa di sekitar kita?

    Sekarang zamannya super cepat, padat dan instan. Kurikulum pendidikan begitu padat dan lebih rumit dibandingkan zaman saya dulu. Ekstrakulikuler menumpuk, belum lagi dengan kelas-kelas percepatan…, hiburannya pun kini hanya sesempat siaran televisi dan game yang bisa dijangkau sambil duduk dalam keletihan.

    Mungkin tidak ada lagi anak yang diajak oleh ayahnya untuk mengembala itik di persawahan. Kadang tidak ada sentuhan antara lingkungan yang menghubungkan antara generasi terdahulu dan generasi selanjutnya.

    Wah…, maaf Mas Pushandaka, jadi kemana-mana nih.
    .-= Cahya´s last blog ..Kembali Ke Gaya Lama =-.

  • zee says:

    Sebaiknya memang pembinaan itu harusnya dari orang tua, namanya jg anak2 kan, dia akan tau itu benar atau salah bila dia sudah alami sendiri, jd kalo gak dibina dan diarahkan dgn baik, takutnya semakin sering dia melakukan yg iseng2 itu hny utk membuktikan rasa penasarannya.

  • Mamah Aline says:

    pembinaan selain dari ortu juga harus dari psikolog dan lembaga terkait, sebab ada juga kasus seorang anak santun di rumah namun sudah menjurus kenakaln tinggi diluar, memang bahaya jika tidak diperhatikan sejak usia dini
    .-= Mamah Aline´s last blog ..secangkir kopi dan setangkup cinta =-.

  • imadewira says:

    Kakak misan saya (sebelah rumah) pernah dibakar (bagian paha) oleh temannya secara tidak sengaja (awalnya iseng). Hingga menyebabkan dia harus istirahat selama sebulan lebih dan kini ada bekas luka bakar di pahanya (sebagian besar).

    Untunglah paman saya baik dan semua berlangsung damai, bahkan sudah dimaafkan sebelum temannya itu minta maaf, karena kalau tidak bisa saja temannya itu di penjara.
    .-= imadewira´s last blog ..Tidak Bisa Login di YM =-.

  • andipeace says:

    hal ini sering dibahas dalam pelajaran kewarganegaraan dikampus saya..
    cukup membingungkan sebuah kata istilah :
    untuk apa polisi jika masalah bisa terselesaikan dengan minta maaf..tapi dimana letak moral jiwa kemanusiaan seseorang jika etikanya sperti orang tua korban.

    salam adem ayem
    .-= andipeace´s last blog ..Apakah Ini Sejarah Pelajar =-.

    • Kenapa harus bingung mas? Tugas polisi itu banyak. Kalaupun banyak masalah bisa diselesaikan dengan minta maaf, polisi ndak akan kehilangan fungsinya kok. Malah akan memberatkan tugas polisi kalau banyak masalah yang seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan malah dibawa ke jalur hukum.

      Jawab saja seperti itu kalau hal ini dibahas di kampus anda.

  • Comments closed

    Newsletter