Diet Intermittent Fasting, Gaya-Gayaan Saja!

Sudah hampir setahun belakangan saya aktif menjalankan diet intermittent fasting. Sumpah, bukan untuk gaya-gayaan.

Sejak sekitar bulan Oktober 2022 saya memutuskan untuk mengubah sedikit pola hidup saya, terutama yang terkait kesehatan diri sendiri. Saya menjalankan diet interrmittent fasting, atau diet puasa, dengan beberapa tujuan.

Tapi sebelum membahas tujuan-tujuan itu, saya ingin menjelaskan latar belakang saya memutuskan untuk diet.

Sejak menikah, berat badan saya yang terus naik. Berdasarkan rekomendasi dokter, dan beberapa aplikasi kesehatan, berat badan ideal saya adalah 60-65kg. Tapi terakhir kali sebelum saya mulai diet, berat badan saya mencapai 82kg.

Bukan cuma karena mempengaruhi bentuk tubuh menjadi semakin besar gendut, tapi juga ternyata mempengaruhi ke banyak aspek. Misalnya, saya jadi mudah merasa lelah, gampang sakit, dan susah tidur saat malam.

Selain itu, karena saya tidak mengontrol pola makan dan melakukan aktivitas fisik yang mencukupi, hasil tes darah saya jadi banyak merahnya. Kolesterol tinggi, kadar gula naik, asam urat terus mengancam, dan termasuk lemak jahat.

Trus, mengapa saya memilih diet intermittent fasting?

Awalnya saya mencoba menurunkan berat badan dengan mulai berolah raga. Lari di atas treadmill, atau mengikuti petunjuk olah raga di beberapa aplikasi fitnes seperti freeletics, tapi kurang berhasil. Setelah saya baca-baca lebih dalam, dalam kondisi overweight, ternyata lebih baik benahi pola makan dulu baru olah raga.

Sebab seringkali kita berolah raga untuk memaafkan diri sendiri makan tak terkontrol setelahnya. Tapi kalau sudah terbiasa dengan pola makan yang baik, tujuan dari olah raga akan lebih mudah tercapai.

Maka akhirnya saya memilih untuk diet, dan memutuskan untuk mencoba diet intermittent fasting. Enaknya diet ini adalah karena saya masih “boleh” makan apa saja selama jam jendela makan, walaupun sebenarnya alasan ini juga kurang baik untuk dijalankan. Seyogyanya, selama jendela makan kita harus tetap menjaga asupan gizi dan jumlah makanan.

Selama waktu jendela makan, saya masih makan nasi putih, makan gorengan, minum minuman beralkohol (walaupun tidak sering), makan daging babi, dan makan roti atau kue. Memang tidak baik, tapi diet ini menjanjikan bahwa itu semua masih aman selama tidak berlebihan dan tetap disiplin di jendela puasa.

Sebagai permulaan, saya memilih jendela makan delapan jam, mulai pagi pukul sembilan sampai sore sebelum pulang kantor, termasuk di saat weekend. Selama 16 jam sisanya, termasuk malam hari di rumah, saya hanya menonton anak dan istri makan, dan tidur. Awalnya berat, tapi lama-lama terbiasa. Untuk mengatasi lapar, saya minum air putih atau minum teh tawar.

Tapi lama-lama saya sadar, hasrat ingin makan saat melihat anak dan istri makan adalah lapar palsu, yaitu lapar mata dan lapar lidah. Bahkan nampaknya kapasitas lambung saya ikut beradaptasi, karena saya jadi lebih mudah merasa kenyang.

Sejak itu saya semakin kuatkan tekad untuk melanjutkan diet.

Sekarang, saat saya menulis artikel ini, saya aktif menjalankan diet dengan jendela makan empat jam. Selebihnya puasa.

Kurus iya, tapi belum tentu sehat.

Beberapa bulan menjalani diet, berat badan saya menyusut. Bahkan dalam sebulan pertama, berat badan saya turun sampai 6kg. Saat saya menulis artikel ini, berat badan saya tercatat di angka 67,9kg.

Tapi apa berarti saya lebih sehat? Ternyata tidak juga.

Diet intermittent fasting bukan tanpa kelemahan. Katanya, diet ini justru menguras massa otot. Mungkin ada benarnya, karena turunnya berat badan saya ternyata tidak mengurangi banyak kandungan lemak di tubuh. Saya jadi sadar pentingnya melakukan cek berat badan secara lengkap, bukan cuma bobot tubuh kita, tapi juga agar kita tau berapa body mass index, visceral fat, muscle mass, dsb., termasuk body age.

Maka kemudian saya mengimbangi diet ini dengan olah raga, khususnya olah raga beban di gym. Ini penting untuk menjaga massa otot. Massa otot yang normal sangat baik untuk meningkatkan metabolisme tubuh guna membakar lemak.

Biasanya saya berolah raga sejam sebelum saya memulai jam jendela makan. Olah raga dalam keadaan perut kosong? Ga bahaya ta?

Masih menjadi pro dan kontra, katanya dalam keadaan puasa, tubuh kita tidak akan kekurangan energi. Tubuh akan membakar kandungan lemak di dalam tubuh untuk menjadi energi, bahkan di saat perut kosong. Percaya atau tiidak, silakan dicoba sesuai kemauan dan kemampuan masing-masing.

Selain itu manfaat pembakaran lemak setelah berolah raga, atau biasa disebut afterburn, bisa berlangsung seterusnya. Dengan melakukan olah raga beban selama 30-60 menit, pembakaran lemak bisa berlangsung terus bahkan seharian. Bayangkan kalau kita rutin berolah raga, afterburn akan berlangsung non-stop.

Pola tidur juga perlu dijaga. Begadang jangan begadang, kalau tiada artinya.

Kalau bukan gaya-gayaan, untuk apa saya diet?

Kembali ke topik awal, inilah beberapa tujuan saya melakukan diet intermittent fasting:

Satu, tentu saja untuk menjadi lebih sehat.

Dua, saya ingin menjaga potongan badan. Kesehatan memang penting, tapi kalau kelihatan terlalu kurus tentu juga tidak baik. Kombinasi diet dan olah raga disinyalir akan membentuk badan tidak terlihat kurus seperti baru sembuh dari sakit.

Tiga, agar lebih percaya diri saat mendampingi istri kemana-mana. Saya punya seorang istri yang cantik, sering kali saya merasa insecure dan lebih sibuk memilih pakaian yang aman agar saya tidak terlihat gemuk saat harus jalan bareng istri.

Lagian, kalau badan saya gemuk, terlihat tidak terawat, nanti orang bilang, “Ini istrinya ga bisa merawat suami apa, ya?”

Empat, agar lebih kuat main bareng anak. Saya punya seorang anak laki-laki, namanya Kayika, yang selalu aktif bergerak. Jarak umur saya dengannya adalah 37 tahun. Kalau saya tidak bisa menjaga kesehatan, tubuh saya akan menjadi cepat lebih tua daripada umur saya yang sebenarnya.

Apalagi saat dia sudah kelelahan bermain, seringkali dia minta gendong untuk beristirahat. Dulu menggendong anak adalah aktivitas yang sangat melelahkan otot punggung saya. Sekarang sudah tidak lagi.

Lima, agar bisa lebih menikmati hidup. Kita semua toh akan mati, kata seorang teman. Kenapa kita harus bersusah payah membatasi diri menikmati hidup.

Saya justru merasa sekarang saya lebih bisa menikmati hidup. Saya merasa jadi lebih sehat dan lebih fit, bisa bermain dengan anak tanpa merasa cepat capek, masih boleh makan apa saja selama jendela makan, dan tidak gampang stres bahkan di saat kantong kempes. Maka nikmat apa lagi yang saya dustakan?

Jangan sombong.

Setelah cocok menjalankan diet intermittent fasting, satu hal yang harus selalu saya ingat adalah jangan sombong. Jangan menghakimi apalagi menghina orang yang – maaf – gemuk, atau makannya banyak dan tidak dikontrol. Selalu ingatkan diri bahwa setiap orang punya halangan atau masalahnya untuk diet.

Begitu pun istri saya yang sekarang mencoba ikut diet. Dia punya riwayat lambung yang kurang mendukung untuk diet. Maka saya menyarankan untuk pelan-pelan saja, barengi dengan olah raga, sampai lambungnya menyesuaikan.

Lebih baik saling mendukung, karena hal itu akan membentuk lingkungan yang lebih sehat. Kalau lingkungan sekitar sudah saling mendukung, akan lebih mudah bagi kita untuk menjaga kebiasaan hidup sehat.

Digiprove sealDigiproved

Newsletter