Fungsi Klakson di Jalanan
Menurut ketentuan peraturan yang berlaku, fungsi klakson sangat minim bila dibandingkan dengan komponen lainnya pada kendaraan bermotor.
Tahukah anda, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 (saya singkat menjadi PP 43/1993) penggunaan klakson telah diatur sedemikian rupa? Silakan dibaca di dalam Pasal 71.
Disebutkan bahwa klakson dapat digunakan hanya dalam keadaan yang diperlukan demi keselamatan lalu lintas, dan hendak menyalip kendaraan bermotor lainnya. Apa maksudnya fungsi klakson demi keselamatan lalu lintas.
Saya mungkin bisa beri contoh kasus. Dalam perjalanan, anda menemukan tikungan tajam dimana anda tidak bisa melihat kendaraan lain yang datang dari arah berlawanan. Sementara anda perlu mengambil sebagian jalur kanan untuk melalui tikungan tersebut. Maka anda boleh membunyikan klakson panjang sebagai isyarat. Apabila tidak disahuti oleh kendaraan lain dari arah “blind side” tadi, maka kendaraan anda aman untuk mengambil jalur kanan untuk berbelok. Kira-kira demikian.
Tapi bagaimana faktanya di jalanan ibu kota dan kota lain yang pernah saya kunjungi? Selain digunakan sebagaimana diatur dalam PP 43/1993, berikut beberapa yang saya amati di Jakarta:
Pengingat lampu hijau telah menyala.
Bagi saya ini cukup menjengkelkan, terutama bila saya berada di barisan terdepan antrian lampu lintas. Seringkali saat lampu hijau baru saja menyala, atau sekarang lampu kuning menyala lebih dulu sebelum hijau, beberapa pengendara mobil/motor sudah membunyikan klakson. Saya sebenarnya tidak tahu pasti apa maksudnya, tapi saya berpikir positif bahwa mereka sedang mengingatkan pengendara lainnya bahwa lampu lalu lintas telah menyala hijau.
Padahal yang diklakson juga sudah lihat dan bersiap-siap kembali melaju.
Saya pernah melihat video lucu terkait hal ini. Di suatu persimpangan jalan di India, setiap ada yang membunyikan klakson di saat lampu hijau baru menyala, lampu otomatis menyala kembali menjadi merah. Pengguna jalan yang bingung kenapa lampu hijau langsung menyala merah, malah membunyikan klakson berkali-kali. Sialnya, kebisingan itu menambah durasi (detik) lampu merah menjadi lebih lama. Apa perlu diterapkan di Jakarta, atau kota lain di Indonesia?
Marah-marah tidak sabaran.
Klakson juga dipakai orang untuk menunjukkan emosinya. Kebanyakan untuk marah-marah, atau sekadar mengekspresikan kesabarannya yang sudah habis. Biasanya untuk hal ini, klakson dibunyikan panjang.
Celakanya, orang yang diklakson bisa terpancing marah juga. Maka timbullah bibit-bibit konflik dan keributan di jalan. Akhirnya menciptakan kemacetan. Berdasarkan pengalaman saya di Jepang, kebiasaan semacam ini hampir tidak pernah terdengar. Kalau sampai dilakukan, itu berarti si pengemudi sudah siap turun dan baku pukul.
Keadaan darurat.
Dalam beberapa kejadian, saya pernah juga melihat korban kecelakaan lalu lintas yang dievakuasi ke rumah sakit menggunakan mobil pribadi seseorang yang hendak menolong. Berbeda dengan mobil ambulans, kendaraan pribadi tentu tidak memiliki sirene untuk memperingatkan pengguna jalan lainnya. Maka klakson dibunyikan berkali-kali untuk “meminta jalan” karena keadaan darurat.
Menyapa teman.
Tidak jarang dalam perjalanan kita bertemu teman. Atau pengemudi bis bertemu dengan rekan pengemudi bis lain. Dalam keadaan demikian, klakson sering dibunyikan pendek sebanyak dua kali. Fungsinya untuk menyapa.
Beberapa teman saya juga melakukan itu. Respon saya hanya melambaikan tangan.
Minta izin melintas.
Untuk kebiasaan ini, saya belum pernah melihatnya di Jakarta. Saya justru cukup sering melihatnya di Bali dan beberapa daerah di Jawa. Minta izin ini bukan kepada polisi lalu lintas maupun preman penguasa jalan, tapi lebih kepada keberadaan sosok tak kasatmata yang dipercaya ada di lokasi itu. Agak mistis dan cenderung tidak masuk akal, tapi saya menghormati kebiasaan itu.
Selain biasanya ada di lokasi yang sepi dan terpencil, nampaknya kebiasaan itu tidak akan mengganggu siapa-siapa.
Menghibur orang lain.
Contoh yang mungkin paling mudah diingat orang tentu saja klakson telolet. Biasanya digunakan untuk menghibur anak-anak di pinggir jalan dengan kode permintaan “telolet om“
Secara aturan sebenarnya tidak boleh, karena salah satu syarat klakson yang benar adalah tidak mengganggu konsentrasi pengguna jalan atau pengendara lainnya. Tapi saya tidak tahu apakah ada tindakan dari polisi lalu-lintas terhadap pengguna klakson telolet atau yang semacamnya.
Mungkin masih ada kebiasaan lain yang tidak sesuai aturan. Bahkan saya pernah mengenal orang yang selalu membunyikan klakson sebelum memulai perjalanan, padahal posisi kendaraannya masih di garasi.
Etika di jalan raya.
Selain terdapat peraturan, interaksi di jalan raya juga ada etikanya. Tidak ada sanksi apabila melanggar etika tersebut, tapi tentu lebih baik apabila dipatuhi. Salah satu etika itu tentu penggunaan klakson.
Sekalipun tidak ada larangan yang tegas terhadap penggunaan klakson selain yang diatur dalam PP 43/1993, tapi suasana di jalan akan lebih menyenangkan bila klakson dipergunakan untuk hal-hal yang penting saja. Jangan menambah polusi udara akibat kepadatan lalu lintas dengan polusi suara juga dari bunyi klakson yang tidak perlu.
Saya sendiri sangat jarang menggunakannya, hampir tidak pernah. Bahkan saya tidak masalah saat klakson sepeda motor saya pernah mati total. Tapi meskipun jarang saya memakainya, setiap komponen kendaraan yang laik pakai wajib tetap tersedia di kendaraan kita.
Etika di jalan juga termasuk sikap-sikap lainnya. Dalam beberapa hal, penggunaan klakson yang tidak perlu itu dipicu oleh sikap pengguna jalan lain yang tidak etis atau bahkan melanggar aturan. Misalnya ada orang yang berkendara sambil menggunakan ponsel atau sambil merokok. Seringkali sikap semacam itu memancing reaksi pengguna jalan yang lain membunyikan klakson.
Semoga lalu lintas di Jakarta dan di kota lainnya, tidak cuma aman untuk kita semua, tapi juga nyaman untuk semua orang. Tanggung jawab kita tidak cuma terhadap keselamatan diri sendiri, tapi juga keselamatan orang lain. Keluarga selalu menunggu kita pulang selamat sampai di rumah.

Comments closed
Comments
Memang ngeselin kalo kita didepan pas lampu merah, eh yang dibelakang tidak sabaran ngasih klakson padahal lampunya baru kuning belum hijau.
Untuk yang numpang permisi, memang disini aku juga kadang klakson kalo lewat kuburan malam hari kang.?
Saya menggunakan klakson agak sering mas karena kalau ke stasiun naik motor saya harus melewati perumahan padat dan kadang banyak blind spot. Jadi, pas mau berbelok sedangkan saya tidak bisa melihat apakah ada kendaraan dari arah lain, saya memberi tanda dengan klakson sebagai langkah aman.
Kalau pakai mobil mah malah jarang…
mas Agung, maaf lahir batin, maaf maaf kalau ada salah salah kata hehehe
aku sama nih kayak mas Agung, paling sebel dan gagal paham sama orang orang yang di lampu merah, yang mana bagian belakang udah keburu membunyikan klakson, padahal kita udah tau kalau itu lampu ijo, gimana mau jalan lah wong di bagian depannya masih banyak deretan kendaraan yang sama sama nunggu jalan.
aneh kalau ketemu orang kayak begini hahaha, sebel aja bawaannya.
apa yang ditulis disini tentang fungsi bel sepertinya benar semua , membacanya saya senyum-senyum sendiri
padahal baru menyala hijau udah nglakson parah
kayak mau dijemput malaikat maut aja ya mas
asli aku juga KZL sama orang macam itu
tapi semenjak fenomena om telolet kayaknya orang makin gemar mengklakson
entah buat nyapa atau memang lagi pengen