Film-Film Terlarang

Akhirnya film Menculik Miyabi selesai dibuat dan sekarang sedang beredar di bioskop-bioskop tanah air. Seperti sebelumnya, pro dan kontra pun muncul mengiringi film ini. Saya sih tidak tertarik untuk menilai film ini.

Saya lebih tertarik untuk mengamati kebiasaan masyarakat kita untuk meributkan sebuah film. Dalam perjalanan negeri ini, sudah banyak film yang malah menimbulkan kontroversi, bahkan sampai ada yang dicekal.

Banyak alasan yang dipakai oleh masyarakat atau lembaga sensor untuk menolak beredarnya sebuah film. Mulai dari masalah budaya, sejarah, agama, bahkan sampai masalah moral.

Padahal, sebuah film tidak seharusnya dinilai seserius itu. Blue film tentu sebuah pengecualian. Hehe.

Saya lihat di wikipedia ada beberapa film lokal yang pernah menimbulkan kontroversi. Sebut saja Romusha, yang dicekal karena ditakutkan dapat mengganggu hubungan diplomatik dengan Jepang.

Selain itu ada film-film bertema seks seperti Buruan Cium Gue dan Suster Keramas yang dicekal karena dianggap tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan di negeri ini.

Sementara film Nyoman Dan Presiden, harus saya tonton dengan judul Nyoman… karena presiden dianggap sesuatu yang keramat waktu itu.

Film G30/S/PKI yang dulu rutin ditayangkan TVRI, sekarang malah dilarang beredar. Pernah juga saya dengar, rencana pembuatan film Perang Bubat malah ditolak. Padahal saya berharap, film ini akan mengulangi kejayaan film-film kolosal kita.

Sementara kemarin di Trans 7, saya melihat daftar film asing yang pernah dilarang beredar di Indonesia. Misalnya film The Year of Living in Dangerously, yang menceritakan tentang seorang wartawan Australia yang bertugas meliput keadaan Jakarta pada masa-masa genting di tahun 1965.

Film yang mengorbitkan aktor besar Mel Gibson ini direkam di Philipina karena pemerintah orde baru menolak memberikan izin untuk mengadakan syuting di Jakarta. Film ini dicekal oleh pemerintah karena dianggap tidak menggambarkan sejarah yang benar.

Dalam film ini ada adegan yang menggambarkan penembakan massal yang dilakukan oleh pasukan baret merah. Pencekalan dicabut pada tahun 1999.

Film lainnya yang dicekal adalah Balibo. Film ini dinilai ofensif dan mengungkit luka lama karena menunjukkan kebrutalan tentara Indonesia yang membunuh lima wartawan Australia yang bertugas di Balibo, Timor-Timur pada tahun 1975.

Padahal menurut versi tentara, wartawan-wartawan itu terbunuh karena berada di posisi berbahaya dalam sebuah konflik bersenjata terbuka. Bahkan, karena film ini Deplu menghubungi Menlu Australia secara khusus.

Saya juga ingat pernah ada film yang diributkan oleh sekelompok anggota masyarakat karena menggambarkan gerombolan penjahatnya berpakaian ala laki-laki Timur Tengah. Sayangnya, saya lupa judul film itu.

Film Da Vinci Code juga sempat jadi kontroversi sebelum akhirnya laku keras di Indonesia. Begitu juga film 2012 yang bahkan sempat diharamkan oleh beberapa MUI di daerah.

Saya pribadi menyayangkan tindakan pencekalan-pencekalan semacam itu.

Menurut saya, sebuah film adalah sebuah imajinasi dari pembuatnya. Sementara untuk film-film yang berlabel true story, saya melihatnya sebagai pendapat dan interpretasi pembuatnya.

Misalnya film Balibo.

Menurut saya, film itu dibuat berdasarkan pandangan si pembuatnya. Setiap orang punya pandangan yang berbeda terhadap suatu kasus. Tergantung dari sudut mana dia memandangnya.

Perbedaan pandangan/pendapat seharusnya adalah hal yang lumrah.

Jadi kalau boleh saran sih, sebaiknya masyarakat kita tidak menyikapi secara serius keberadaan film. Beredarnya sebuah film sama halnya dengan terbitnya sebuah buku.

Sekarang cuma pintar-pintarnya kita saja menilai hasil karya itu.

Sebaiknya, lembaga sensor juga lebih bijak menggunakan gunting sensornya. Kalau sekedar menggunting adegan seks dalam sebuah film, ya okelah.

Tapi kalau sampai mencekal, janganlah.

Semakin kita terbuka dengan perbedaan pandangan/pendapat/opini atau versi, maka semakin terbuka luas juga wawasan kita dalam memandang sebuah kasus.

Kalau perlu pemerintah pun juga boleh kok membuat film sejarah menurut versi mereka sendiri.

Comments

  • tary sonora says:

    film menculik miyabi dari awal nggak minat untuk nonton, bukan karena apa sih, kelihatannya biasa aja, aktor dan ktris nya juga kualitasnya kurang lah.
    .-= Tulisan terbaru tary sonora di [blognya]: Yang emak nggak tau… =-.

  • NoRLaNd says:

    ngomong in ttg aksi pencekalan, kenapa ya..
    misal sebuah film di cekal, namun selang beberapa saat, tiba-tiba film yang dicekal itu, bisa beredar lagi ?!

    apakah aksi pencekalan film tersebut hanya ‘alibi’ suatu pihak untuk mendapatkan uang ?!
    .-= Tulisan terbaru NoRLaNd di [blognya]: It’s Been a Half of the Year =-.

  • Cahya says:

    Kalau begitu ada yang traktir dan nemenin nonton saya sih biasanya oke saja buat nonton film apa-pun. Saya memang lebih sering ditraktir seperti nonton IronMan 2 kemarin πŸ™‚

    Kalau masalah pencekalan dan pelarangan, apa sampai begitu parahnya sampai tidak bisa tertangani lembaga sensor (yang notabene juga sering dapat protes)?
    .-= Tulisan terbaru Cahya di [blognya]: Buku Harian, Surat dan Tulisan =-.

  • budiarnaya says:

    kadang kala pencekalan itu berdalil norma/kaidah/adat padahal …..itulah kenyataanya, sebelum dicekal kan sudah ada bagian yang membidangi, mana yang layak atau tidak layak secara umum (tumben serius nich) heee. sukses selalu
    .-= Tulisan terbaru budiarnaya di [blognya]: tak usang dimakan usia =-.

  • Yanuar says:

    mindset orang indonensia masih belum mampu untuk mencerna itu sebuah film yang berdasarkan fiksi atau beneran gung.
    apapun yang disuguhkan di depan mata, entah benar atau salah, sedikit banyak akan mempengaruhi.

    *Jayalah Indonesia.!!!*
    .-= Tulisan terbaru Yanuar di [blognya]: scarffaces [Flickr] =-.

  • adin says:

    hehehe, tapi kalo film indie 3gp yang ehem-ehem, gimana mas?hehehe….

  • imadewira says:

    hmmmm… saya setuju untuk film yang siaftanya fiksi sebaiknya jangan ada pencekalan seperti itu, biarkan penonton menikmati dan memberikan penilaian…
    .-= Tulisan terbaru imadewira di [blognya]: 4 Dampak Hiatus Bagi Blog =-.

  • salam sahabat,
    ternyata film miyabi tak seheboh apa yang dibayangkan miyabi cuman berakting selama 20 menitan saja

  • budiastawa says:

    Entah kenapa, saya lebih tertarik menonton Upin dan Ipin dari pada menonton Menculik Miyabi ini. Miyabi itu sudah identik dengan BF. Kalau kemudian dia main film yang datar-datar aja… gak seru dong, Ooops. he he he
    .-= Tulisan terbaru budiastawa di [blognya]: Jika CommentLuv Tidak Menampilkan Posting Terakhir =-.

  • Cepluk says:

    Iya..ternyata Miyabi tidak seperti yang tiang bayangkan…saya kecewa banget …

  • timlonet says:

    saya malah belum nonton filmnya…..

  • AeArc says:

    penasaran,,,,
    .-= Tulisan terbaru AeArc di [blognya]: Ubuntu 10.04 aka Lucid Lynx =-.

  • hakim says:

    sebenarnya saya juga ga suka dengan pencekalan,cukuplah lembaga sensor yang menangani..dan lembaga sensor juga harus bermoral dan mampu menjaga budaya indonesia yang beragama ini..

  • antokoe says:

    pelarangan hanya akan membuat orang penasaran dan itu peluang marketing. penasaran adalah kunci utamanya….
    .-= Tulisan terbaru antokoe di [blognya]: Cepat Pulang Sri ! =-.

  • firdaus says:

    apa pemerintah masih menganggap rakyatnya masih bodoh ya kok sampai film saja harus dipilihkan dan ditentukan oleh pemerintah mana yg baik dan mana yg buruk
    .-= Tulisan terbaru firdaus di [blognya]: Ndang bali yo Sri….. =-.

  • NoRLaNd says:

    hahahah, bingung ama negara kta ini y =D
    .-= Tulisan terbaru NoRLaNd di [blognya]: Hope both of you can Take it =-.

  • khatulistiwa says:

    hmmm…cukup unik memang di Indonesia ini. semua sepertinya selalu ditanggapi dengan serius..dan bahkan sampai kelewat batas deh. film sebenarnya sebuah karya seni, tapi memang tidak semua harus diloloskan oleh lembaga sensor…
    .-= Tulisan terbaru khatulistiwa di [blognya]: Sri Mulyani Indrawati: Prestasi ataukah tetap kontroversi =-.

  • ralarash says:

    Regulasi yang basi di negara Democrazy!!
    Salam Kenal yah πŸ™‚
    .-= Tulisan terbaru ralarash di [blognya]: Rok Transparan =-.

  • TuSuda says:

    Saya belum pernah nonton film seperti itu. Kayaknya sih, perlu pemberdayaan lembaga sensor film, agar lebih selektif dan obyektif, memilah yang layak ditonton masyarakat.
    .-= Tulisan terbaru TuSuda di [blognya]: Setetes Darah Memberi Berkah Bagi Kemanusiaan =-.

  • jarwadi says:

    isu pencekalan dan pelarangan terhadap suatu film malah jadi antagonis dengan maksud pencekalan

    mungkin semua produser ingin filmnya dijadikan kontroversi sebelum bisa diputar di bioskop

    hitung hitung promosi gratis yang manjur

    salam
    .-= Tulisan terbaru jarwadi di [blognya]: Optimal Memanfaatkan Teknologi =-.

  • Aldy says:

    Sudah hampir 15 tahun saya tidak pernah nonton di bioskop maupun film produksi dalam negeri.
    Mengenai film-film yang dilarang, menurut saya sebuah pekerjaan yang sia-sia; saya terus terang saja merasa dibodohi oleh lembaga sensor film dan orang-orang yang mengaku sok suci melarang sebuah film beredar. Bangsa ini sudah terlalu dewasa, jadi tidak perlu diatur seperti anak kecil.
    Ada film yang menceritakan kebenaran dilarang, sementara film samlehoy beredar diglodok nggak ada yang melarang 😳

  • aby umy says:

    salam kenal dari http://aby-umy.blogspot.com/

    kalau ada waktu mampir ya sobat??

  • julie says:

    kalau filmfilm yang lebih banyak ngejual tubuh semacam miyabi itu aku paling males nontonnya
    tapi kalo yang berunsur politik atau seperti 2012 itu menurutku emang ga perlu pencekalan karena seperti kata mas agung itu adalah imajinasi kreatif dari pembuatnya

    hehehe
    .-= Tulisan terbaru julie di [blognya]: NEGERI AWANGGA (2) =-.

  • Dirgantara says:

    Iya sih, seharusnya film-film fiksi yang merupakan imajinasi kreatif dari sang sutradara ga perlu sampai dicekal kayak gitu.
    Di Luar sana, yang saya tahu nggak ada tuh yang namanya pencekalan. LSF disana hanya memberi rating terhadap film seperti R, PG13, G.
    .-= Tulisan terbaru Dirgantara di [blognya]: Review: Inside (Γ€ l’intΓ©rieur) =-.

  • aprian says:

    Karena lebih gampang melarang drpd mengedukasi penonton agar sadar utk ngebedain film sbg sebuah pendapat sang pembuat dg kenyataan. Lagian lembaga sensor menurutku ga perlu ada, yg perlu lembaga rating film. Jd tiap film dkasih rating disesuaikan dg target penontonnya. Cuma masalah sulitnya si, apa pihak bioskop bisa nyensor penontonnya sesuai dg rating filmnya? hehehe. Jadi rumit ya? πŸ˜›

    Btw, ngapain liat miyabi pake baju kalo yg gak pake baju beredar di internet dg mudahnya hehehehehh πŸ˜›

  • gadget info says:

    kalau kita mempermasalahkan film yang akan beredar, berarti secara tidak langsung kita telah ikut mempromosikan film tersebut, karena semakin banyak yang penasaran dan ingin melihat
    .-= Tulisan terbaru gadget info di [blognya]: Mobile phone boom in Indonesia =-.

  • zee says:

    Pencekalan juga gak jelas sebenarnya apa yang dicekal, pokoknya ada komunitas yang gak suka, cekal! Ga ada reason yang bisa diterima.

  • delia says:

    Iya aneh.. banyak film bagus yang dicekal karena alasan sara politik dll.. Penonton kan sudah dewasa.. bisa memahami baik buruknya.. lia sependapat dengan norland.. dicekal ujung2nya biar film nya meledak…. ckckcckk

    Film terlarang yang lia suka itu
    the davinci code…keren….
    .-= Tulisan terbaru delia di [blognya]: Mencoba Romantis =-.

  • indratie says:

    setuju dengan pendapat bli, kalau pilem itu dibuat berdasarkan imajinasi liar seseorang, ide kreatif yang harusnya bisa bebas di eklpoitasi tanpa adanya batasan2 dari aturan2 dunia.

    penonton kita sudah semakin dewasa dalam memilih film yang bagus ataupun tidak, naum penonton kita juga terlalu sering latah jika ada isu2 pencekalan ataupun yang laennya.

    setuju saya degnan pendapat jika isu pencekalan hanya untuk menaikkan penjualan dari suatu film

    salam bli πŸ˜€
    .-= Tulisan terbaru indratie di [blognya]: and everything is blue =-.

  • didien says:

    semakin film2 itu dilarang makin seru promosinya yang untung ya pembuat filmnya
    .-= Tulisan terbaru didien di [blognya]: Bisnis Piala Dunia =-.

  • darahbiroe says:

    hahhaha
    aku juga heran
    kenapa film2 indonesia akhir2 ini
    kembali ke era selangkangan
    hehhehee
    πŸ˜€

  • antokcupu says:

    kmrin juga sebenre gak pingin nonton
    berhubung heboh
    jadi nonton menculik miyabi dech
    πŸ˜€

  • tommy says:

    miyabi oh miyabi

    ngga terlalu berminat untuk nonton

  • Comments closed

    Newsletter