Belajar dari Poldi
Saya pernah punya anjing peliharaan. Saya beri nama Poldi. Anjing rottweiller itu saya beli karena permintaan adik saya yang iba saat melihat anjing tersebut dikurung dalam kandang sempit di sebuah pet shop di Denpasar.
Saya membelinya dengan harga murah. Kondisinya sangat memprihatinkan. Badannya kurus, jalannya pincang dan seperti tidak terawat baik.
Saat saya minta kartu dokternya, si penjual tidak bisa menunjukkannya. Saya memutuskan untuk membelinya setelah si anjing mendatangi dan menjilati tangan saya, begitu dibebaskan dari kandangnya.
Sampai di rumah, Poldi – tadinya diberi nama Rocky oleh pemilik sebelumnya – ternyata juga mencret. Tindakan pertama yang saya lakukan adalah memberinya air minum yang banyak.
Mungkin itu gambaran sekilas mengenai Poldi.
Kali ini saya mau berbagi cerita mengenai hal mengagumkan yang patut saya contoh dari Poldi, seekor anjing peliharaan.
***
Banyak sifat Poldi yang saya anggap mengagumkan.
Poldi adalah anjing yang pekerja keras. Saat saya berusaha menyembuhkan kondisinya yang kurus dan pincang, dia selalu berusaha keras untuk berlatih berjalan dan berlari.
Tanpa usahanya, pastilah niat saya yang ingin menyembuhkannya tidak akan berhasil. Tapi dalam waktu beberapa bulan saja, Poldi kembali menjadi seekor rottweiller yang gagah, tegap, kuat dan pemberani.
Poldi juga sangat setia kepada kami, keluarga barunya, terutama ibu saya yang merawat Poldi setelah saya harus pindah domisili ke Jakarta.
Poldi tidak hanya setia tidak pernah pergi ke luar rumah sendirian sekalipun pintu gerbang rumah terbuka lebar tapi juga setia untuk tidak menerima pemberian orang asing.
Pernah suatu pagi, ibu saya menemukan banyak bakso berserakan di halaman rumahnya. Ibu tidak pernah tahu siapa yang melempari rumahnya, tapi ibu curiga bakso-bakso itu sudah diisi racun untuk membunuh Poldi.
Banyak motif yang mungkin melatarbelakangi niat itu, misalnya ingin masuk ke rumah dengan niat mencuri. Beruntung Poldi tidak menyentuh sedikit pun makanan dari orang tak dikenal itu.
Berbeda halnya saat ibu atau anggota keluarga di rumah memberi biskuit kepadanya. Poldi tidak pernah menolak.
***
Tanggal 31 Desember, tahun 2013, menjadi bukti terakhir kesetiaan Poldi.
Sejak ibu meninggal pada tanggal 25 Desember 2013, Poldi sama sekali tidak pernah mau makan, termasuk saat saya belikan air kelapa yang merupakan air kesukaannya.
Begitu pun saat saya belikan makanan enak kesukaan manusia, Poldi bergeming.
Sejak awal tahun 2011, Poldi memang hidup berdua bersama ibu. Ibu dalam kondisi sakitnya, tetap berusaha merawat Poldi, yang dibalas oleh kesetiaan Poldi menjaga rumah dan menemani ibu menonton televisi di ruang nonton.
Mereka seperti tak terpisahkan di rumah.
Setelah sekian hari tak mau makan dan minum, akhirnya Poldi mati dengan tenang di halaman rumah. Tepat seminggu setelah ibu meninggal.
Uniknya, adik saya yang pertama kali melihatnya di pet shop jugalah yang melihatnya pertama kali kondisi Poldi yang sudah tidak bernyawa.
Akhirnya, Poldi kami kubur di halaman belakang rumah. Kesetiaannya akan selalu jadi pelajaran buat saya.
*RIP Poldi
Comments closed
Comments
Hu hu hu…hiks….
Saya jadi nangis, menitikkan air mata karena saya juga punya peliharaan jadi tahu gimana rasanya ditinggalkan. Terakir ditinggal mati Bunny saya sedih kadang kalau liat fotonya suka kangen dan bertanya-tanya sedang apa ya dia….
Poldi, yang punya nama lengkap Poldi Pushandaka, yang bikin gek iri karena udah duluan dapet nama Pushandaka. Tunggu aja Juli, gek bakal dapet nama belakang Pushandaka juga. Hehe.
Iya, punya peliharaan anjing itu kaya punya temen yang selalu ada dan dengerin kita cerita, setia nemenin dengan tampang polos yang ngegemesin. Ah.. Jd pgn punya anjing lagi, nanti kita pelihara anjing bareng ya mas.
Sekarang Poldi pasti lagi nemenin Ibu di surga.